Optimalisasi Pajak Air Permukaan dan Air Tanah: Kunci Meningkatkan PAD Sultra

Oleh: Adi Yusuf Tamburaka, S.Sos., MH – Analis Kebijakan Ahli Madya Provinsi Sulawesi Tenggara

Kendari, 30 April 2025

 

KENDARI, LINKSULTRA.COM – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Andi Sumangerukka melalui visi besar Sultra Jaya bertekad meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga mencapai Rp700 miliar dalam lima tahun ke depan.

Target ini bukanlah sesuatu yang utopis. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi penghasil bijih nikel terbesar dan sedang bergerak menuju kawasan industrialisasi dengan pertumbuhan signifikan sektor pertambangan dan perkapalan.

Undang–Undang Dasar 1945, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), serta UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi untuk memungut tujuh jenis pajak daerah, salah satunya adalah Pajak Air Permukaan (PAP).

Sementara itu, Pajak Air Tanah (PAT) menjadi kewenangan kabupaten/kota.

Pertanyaan yang kemudian muncul:

Apakah selama ini PAP dan PAT telah dikenakan terhadap perusahaan tambang nikel?

Apakah kapal-kapal tongkang yang keluar-masuk pelabuhan telah membayar PAP?

Apakah perusahaan galangan kapal yang memanfaatkan air dalam proses produksinya telah dipungut pajaknya sesuai ketentuan?

Sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU PDRD, setiap orang pribadi atau badan yang memanfaatkan air permukaan dikenakan pajak dengan tarif sebesar 10 persen, kecuali untuk keperluan rumah tangga, keagamaan, dan perkantoran.

Potensi ini bisa menjadi sumber PAD yang signifikan jika dikelola dengan serius, didukung sarana, prasarana, serta SDM perpajakan yang memadai dalam melakukan pencatatan, pengawasan, dan pemantauan di lapangan.

Perusahaan pertambangan nikel memerlukan air dalam jumlah besar untuk proses pengolahan bijih, pemisahan mineral, dan pendinginan mesin. Demikian pula, perusahaan galangan kapal menggunakan air dalam proses pembuatan, pembersihan, serta perawatan kapal.

Kapal-kapal tongkang yang hilir mudik memuat bijih nikel juga menggunakan air permukaan maupun air tanah untuk kebutuhan teknis dan konsumsi awak kapal.

Bayangkan potensi penerimaan jika satu perusahaan tambang menggunakan ribuan meter kubik air per hari, dikalikan puluhan perusahaan aktif, ditambah ratusan kapal tongkang dan aktivitas galangan kapal yang terus meningkat.

Ini adalah peluang emas bagi Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sudah saatnya pemerintah daerah—baik provinsi maupun kabupaten/kota—bersinergi secara aktif untuk menggali potensi ini. Pemetaan dan penertiban terhadap pelaku usaha pengguna air permukaan dan air tanah harus dilakukan secara menyeluruh.

Penegakan regulasi ini tidak hanya akan berdampak pada meningkatnya PAD, tetapi juga menciptakan keadilan fiskal dan transparansi dalam tata kelola sumber daya alam daerah.

Mari kita jadikan momentum ini sebagai pijakan untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara.

Jaya Sultraku!!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *