KENDARI, LINKSULTRA.COM– Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penghubung Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Mustakim, angkat bicara terkait polemik yang melibatkan sejumlah mahasiswa asal Sultra di Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi Sultra di Jakarta. Isu tersebut menjadi sorotan publik setelah terjadinya penyegelan kantor oleh sekelompok mahasiswa.
Mustakim menjelaskan, sebelum insiden penyegelan terjadi, pihaknya telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan mahasiswa secara tertib untuk membahas aspirasi yang mereka sampaikan.
“Adik-adik mahasiswa sudah datang sebanyak empat kali. Kami sudah duduk bersama dan berdiskusi. Sebagai badan penghubung yang berperan sebagai fasilitator, kami berkomitmen untuk meneruskan aspirasi tersebut kepada Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra,” ujar Mustakim, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, mahasiswa kemudian kembali datang dengan permintaan agar aspirasi mereka segera disampaikan dalam waktu singkat. Namun, kondisi geografis antara Jakarta dan Kendari menjadi kendala.
“Saya sudah sampaikan bahwa aspirasi itu pasti kami teruskan. Hanya saja saya tidak bisa memastikan waktunya karena saya di Jakarta, sementara Bapak Gubernur berada di Kendari. Saya hanya meminta waktu 10 hari,” jelasnya.
Delapan hari kemudian, mahasiswa datang kembali dengan tertib, namun meninggalkan tulisan penyegelan di pintu kantor. Dua hari berselang, situasi berubah drastis.
“Pada hari ke-10, mereka datang lagi sekitar pukul 17.00 dan bertahan hingga tengah malam. Keesokan subuh saya harus ke Kendari. Saat saya berangkat, kantor masih tertib. Tapi setelah sampai di Kendari, saya menerima laporan bahwa kantor penghubung telah digembok,” ungkapnya.
Mustakim menambahkan, setelah insiden tersebut, ditemukan sejumlah kerusakan dan kehilangan di kantor penghubung.
“Selain pintu digembok, ada aset kantor yang dirusak, pakaian staf berserakan, bahkan makanan di kulkas ikut diambil. Untuk menghindari gesekan antara staf dan mahasiswa, kami minta bantuan pihak kepolisian untuk melakukan mediasi agar situasi tetap kondusif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mustakim meluruskan bahwa tuntutan mahasiswa terkait pembangunan asrama mahasiswa Sultra di Jakarta dan pembayaran rumah kontrakan sebesar Rp750 juta bukan merupakan janji Gubernur, melainkan aspirasi yang sedang dikomunikasikan ke pemerintah provinsi.
“Perlu saya tegaskan, itu bukan janji Gubernur. Pak Gubernur tidak pernah menjanjikan pembangunan asrama maupun pembayaran kontrakan. Itu murni aspirasi yang akan kami sampaikan,” tegasnya.
Ia juga menekankan, kehadiran aparat kepolisian di lokasi bukan bentuk intimidasi, melainkan langkah antisipatif untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
“Kehadiran polisi di lokasi murni inisiatif kami agar tidak terjadi benturan. Kami sudah melakukan pendataan terhadap mahasiswa yang berada di lokasi, mereka berasal dari berbagai kampus di Jakarta,” jelas Mustakim.
Insiden ini diharapkan segera berakhir dengan komunikasi yang lebih terbuka antara mahasiswa dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara agar aspirasi yang disampaikan dapat ditangani secara proporsional dan konstruktif.
Laporan: Rul R.


































