Penulis : Adi Yusuf Tamburaka
Sekjen Masyarakat Adat Tolaki
KENDARI, LINKSULTRA.COM – Sekitar tahun 1908 Penjajah BELANDA memasuki wilayah kekuasaan Kerajaan Konawe dan Mekongga yang saat ini meliputi daerah Kabupaten Kota Kendari, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Kolaka dan Kolaka Utara., pada saat kekuasaan Belanda waktu itu memberikan Gelar kepada Raja-raja yang memimpin wilayah-wilayah kecil seperti Kecamatan diberikan Gelar dengan sebutan KEPALA DISTRIK.
Ditahun 1923 BELANDA memberikan bantuan Ternak Sapi kepada para KEPALA DISTRIK melalui Raja.
Laiwoi ke dua yang bernama TEKAKA guna mendukung program Belanda dan yang mendapatkan bantuan waktu itu adalah Distrik yang memiliki lahan WALAKA atau Ranch Kerbau.
Adapun KEPALA DISTRIK yang menerima bantuan tersebut adalah Wawatu Distrik Abeli 567 Sapi, Mandonga Distrik Kendari 536 Sapi, Wawotobi Distrik Konawe 297 Sapi , Nambo Distrik Abeli 291 Sapi ,Palangga Distrik Palangga 289 Sapi, Leaya Distrik Laeya 157 Sapi, Konda Distrik Konda 267 Sapi, dan Sambeani Distrik Abuki 256 Sapi.
Selanjutnya Setelah INDONESIA MERDEKA TAHUN 1945 Pemerintahan INDONESIA melakukan perubahan nama Distirk diganti dengan sebutan Kecamatan dan untuk pertama kalinya Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kehutanan.,Adapun dasar yang melatarbelakangi diberlakukannya Undang- Undang ini adalah Hutan karunia Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekayaan alam yang memberikan manfaat serbaguna yang mutlak dibutuhkan oleh umat manusia sepanjang masa.
Hutan di Indonesia sebagai sumber kekayaan alam dan salah satu unsur basis pertahanan nasional harus dilindungi dan dimanfaatkan guna kesejahteraan rakyat secara lestari, untuk menjamin kepentingan rakyat dan Negara serta untuk menyelesaikan Revolusi Nasional diperlukan adanya Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang Kehutanan yang bersifat nasional dan merupakan dasar bagi penyusunan Peraturan Perundangan dalam bidang hutan dan Kehutanan.
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Persoroan Terbatas (UUPT), Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Tanggungjawab Sosial Perseroan Terbatas (PP 47/2012), Undang – Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU 25/2007), Undang – Undang No.32 tahun2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU32/2009).
Perusahaan pertambangan yang beraktifitas ditanah konawe mekongga berjumlah 151 perusahaan tambang Nikel dan 20an Perusahaan perbankan dan otomotif yang memiliki kewajiban membayarkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada masyarakat / pemerintah dimulai sejak tahun 2013.
Perlu ketahui bahwa Dana Corporate Social Responsibility (CSR) di bagi dalam 8 bagian yang meliputi Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, Kesejahteraan, Karyawan,Media/Komunitas, Lembaga Adat,Masyarakat Adat/Masyarakat Lingkar Tambang,UMKM/Bisnis Masyarakat,Lembaga Swasaya Masyarakat/Kemitraan. (**/OP)