CSR Perusahaan Tambang di Sulawesi Tenggara untuk Siapa?

Oleh: Adi Yusuf Tamburaka, Analis Kebijakan Ahli Madya Provinsi Sulawesi Tenggara

KENDARI, LINKSULTRA.COM – Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sulawesi Tenggara, dengan cadangan nikel mencapai 1 miliar metrik ton yang diperkirakan habis dalam seratus tahun ke depan, menjadi salah satu wilayah yang kaya akan sumber daya alam tersebut.

Kewajiban CSR dalam Regulasi Nasional

Negara melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 74, mengamanatkan bahwa perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Ketentuan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan persentase tertentu, praktek umum menunjukkan bahwa perusahaan mengalokasikan sekitar 3% dari keuntungan mereka untuk program CSR yang mencakup pendidikan, ekonomi, kesehatan, infrastruktur, lingkungan, dan keagamaan.

Sejarah Operasi Perusahaan di Sulawesi Tenggara

Pertambangan nikel di Pomalaa, Kolaka, telah beroperasi sejak tahun 1932. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, tambang ini dikelola oleh negara dan pada tahun 1968 diberi nama PT ANTAM Tbk. Sejak tahun 2010, setelah revisi sebagian areal lokasi pertambangan nikel PT Inco melalui revisi Perjanjian Kontrak Karya, jumlah izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara meningkat menjadi sekitar 314 perusahaan.

Di sektor perkebunan, perusahaan mulai beroperasi di Sulawesi Tenggara sejak tahun 1990 dengan diberikan Hak Guna Usaha kepada beberapa perusahaan.

Pada tahun 2008, sejumlah perusahaan perkebunan tebu, jagung, dan kelapa sawit mulai beroperasi di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara dengan total sekitar 15 perusahaan.

Sektor perbankan juga berkembang dengan didirikannya Bank Pembangunan Daerah Sultra atau Bank Sultra sejak tahun 1968, yang memberikan bantuan pinjaman kredit usaha mikro maupun makro khususnya bagi masyarakat Sultra.

Pada tahun 2011, Pemprov Sultra mendirikan Bank Bahteramas, dan selain bank pemerintah daerah, terdapat beberapa bank pemerintah pusat dan swasta yang telah lama beroperasi.

Kasus Hukum Terkait Dana CSR

Pada tahun 2023, persoalan hukum terkait dana CSR terjadi di Bank Sultra.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Sulawesi Tenggara menemukan kejanggalan dalam pertanggungjawaban dana CSR yang dikelola oleh cabang Bank Sultra di daerah Buton.

Selain itu, pada tahun 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI memeriksa dan menetapkan tersangka dalam kasus dana CSR Bank Indonesia yang digunakan oleh oknum anggota DPR RI.

Transparansi Penyaluran Dana CSR di Sulawesi Tenggara

Pada umumnya, masyarakat Sulawesi Tenggara belum sepenuhnya memahami mengenai dana CSR perusahaan. Sebagian besar perusahaan yang beroperasi di Sultra tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam menyalurkan dana CSR, dan publikasi besaran anggaran CSR perusahaan setiap tahunnya kurang transparan, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mengetahuinya.

Peran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Terkait CSR

Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP).

Namun, implementasi peraturan ini masih perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa dana CSR benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Rekomendasi

Dalam menghadapi efisiensi anggaran belanja negara dan daerah tahun anggaran 2025, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, harus mencari solusi untuk mengatasi hal tersebut. Melalui Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang TJSP Provinsi Sulawesi Tenggara, disarankan agar ditindaklanjuti melalui:

1. Pembuatan Peraturan Gubernur tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.

2. Melakukan koordinasi dan evaluasi pada semua perusahaan yang beroperasi di Sulawesi Tenggara terkait penyaluran dana CSR dalam setiap tahun berjalan.

3. Gubernur Sultra memerintahkan Bappeda sebagai leading sector, bersama OPD terkait seperti Dinas Sosial, Koperasi UKM, Kesehatan, PUPR, Pertambangan, Pertanian, dan Lingkungan, untuk menyusun perencanaan pelaksanaan pembangunan yang akan dibiayai melalui dana CSR.

4. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap jalan provinsi dan jalan kabupaten yang digunakan oleh perusahaan dalam melakukan aktivitas bongkar muat.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dana CSR dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara, sesuai dengan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *