KENDARI, LINSKULTRA.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, 22 Januari 2025. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas aksi demonstrasi dari Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sultra yang memprotes dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Demonstrasi tersebut melibatkan tiga organisasi, yakni Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar), dan Amara Sultra. Para demonstran mendesak DPRD Sultra untuk segera mengambil tindakan terkait aktivitas pertambangan yang mereka duga mencemari lingkungan dan merugikan negara.
DPRD Komitmen Tindaklanjuti Laporan
Ketua Komisi III DPRD Sultra, Sulaeha Sanusi, menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil instansi dan pihak terkait dalam RDP tersebut. “Kami telah mengusulkan RDP untuk hari Rabu ini. Kami akan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk perusahaan yang bersangkutan, guna membahas persoalan ini secara mendalam,” ujarnya saat menerima massa aksi.
Anggota Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi, memastikan bahwa PT TBS akan diundang untuk memberikan klarifikasi. “Kami pastikan pihak PT TBS akan dipanggil. Ada dugaan kerugian negara ratusan miliar dari sektor perpajakan yang perlu diungkap,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi III lainnya, Abdul Khalik, menyoroti persoalan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT TBS. Menurutnya, ada potensi konflik kepentingan dalam penyusunan AMDAL oleh pihak swasta. “AMDAL yang disusun oleh pengusaha sering kali tidak independen. Kami berharap ke depan penyusunan AMDAL dikelola oleh negara untuk menjamin transparansi dan akurasi,” ujar Abdul Khalik.
Tuntutan Demonstran
Jenderal Lapangan Korum Sultra, Malik Bottom, menegaskan bahwa aksi mereka bertujuan untuk meminta kejelasan terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT TBS. “Kami meminta DPRD Sultra mengambil sikap tegas terkait aktivitas pertambangan yang kami duga melanggar aturan,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa PT TBS diduga melanggar Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 Tahun 2022 terkait pengelolaan air limbah pertambangan. “Kami menduga PT TBS tidak mematuhi aturan yang berlaku dan melakukan tindakan ilegal,” tambahnya.
Setelah aksi di gedung DPRD Sultra, massa menyambangi Kantor Inspektorat Tambang Sultra untuk menyampaikan laporan resmi. Inspektur Tambang Sultra, Kamrulah, menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Respons PT TBS
Menanggapi tuduhan tersebut, Humas PT TBS, Nindra, membantah bahwa aktivitas perusahaan telah mencemari lingkungan. Ia menjelaskan bahwa keruhnya air sungai Watalara disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, bukan aktivitas tambang. “Foto banjir yang beredar diambil dua tahun lalu, saat kegiatan tambang kami sedang berhenti,” jelasnya.
Dengan RDP yang akan segera dilaksanakan, masyarakat berharap DPRD Sultra dapat memberikan solusi konkret terkait dugaan pencemaran lingkungan ini. Semua pihak menantikan hasil diskusi yang diharapkan mampu menjawab keresahan masyarakat dan memastikan aktivitas tambang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Laporan: Rul R