KENDARI, LINKSULTRA.COM – Ketua Ikatan Dokter (IDI) Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan aksi demonstrasi bersama beberapa organisasi profesi kesehatan, apoteker, bidan hingga farmasi melakukan aksi demokrasi di kantor DPRD Sultra, Senin (08/05/23).
Kat Wahid, sebagai upaya organisasi profesi membantu pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan.
“Sementara itu RUU Kesehatan sangat memperlihatkan upaya pemerintah menghapus keberadaan organisasi profesi yang telah lama mengabdi bagi negeri,” tegasnya saat berorasi.
” Pada saat pandemi, bukti pengabdian ini sangatlah nyata, namun setelah pandemi ada upaya untuk menghilangkan peran dan bahkan ada upaya disintegrasi yang dilakukan pemerintah terhadap profesi kesehatan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan Pancasila yaitu Sila Persatuan Indonesia,” sambung Wahid.
Kemudian, terdapat pula upaya-upaya mengabaikan hal-hal yang telah mendapatkan putusan dari Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor 14/PPU-XII/2014, Putusan Nomor 82/PPU-XII/2015, dan Putusan Nomor 10/PPU-XV/2017 dan Nomor 80/PPU XVI/2018.
“Berdasarkan keresahan tersebut maka kami Organisasi Profesi Kesehatan Kabupaten Muna menyatakan sikap sebagai berikut. Yakni, menolak dengan tegas segala bentuk upaya pemerintah dalam membentuk dan melakukan pembahasan terkait RUU Kesehatan Omnibus Law,” jelasnya.
Selanjutnya, pihaknya, meminta perlindungan dan kepastian hukum bagi profesi kesehatan.
Selain itu juga, meminta penguatan eksistensi dan kewenangan organisasi profesi kesehatan.
“Meminta Pemerintah untuk menjaga kedaulatan kesehatan rakyat dan bangsa dari oligarki, kapitalisasi, monopoli dan liberalisasi,” tegasnya.
Wahid bilang,
RUU Kesehatan Omnibus Law terkesan terburu-buru entah apa yang dikejarnya, terbukti dengan banyaknya pasal kontroversial dan multitafsir yang menyebabkan polemik diantara masyarakat, apalagi dalam penyusunanya tidak melibatkan organisasi profesi dibidang Kesehatan. Padahal organisasi profesi merupakan representasi dari tenaga tenaga kesehatan yang ada di Indonesia, organisasi-organisasi profesi inilah yang terlibat secara langsung untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.
“Seharusnya dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan yang inklusif, terdapat tripartit yang harus dilibatkan, yaitu pemerintah, penyedia layanan kesehatan (dalam hal ini tenaga kesehatan dan rumah sakit), serta masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan. Oleh karena itu, sudah seharusnya representasi tenaga kesehatan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan, agar undang-undang yang dilahirkan memiliki kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan,” tandasnya.
Semeny itu, Ketua DPRD Provinsi Sultra, Abdurahman Saleh (ARS) mengatakan bahwa dirinya akan mengirimkan surat ke pusat terkait dengan tuntutan masa aksi yang menolak bentuk upaya pemerintah dalam membentuk dan melakukan pembahasan terkait RUU kesehatan Omnibus Law
“Kami akan kirim surat baik lewat surat, Watshap, Instagram ke DPR RI, Mentri kesehatan, mentri ketenagakerjaan dan kalau bisa langsung ke presiden, ” singkatnya. (Ham)