JAKARTA, LINKSULTRA.COM – Ketua Forum Komunikasi Pemberatan Korupsi (FKPK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Adi Yusuf meminta Plt Ketua KPK RI Nawawi Pomolango agar segera memanggil dan memeriksa PT WIN yang ada di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Provinsi Sultra.
Sebelumnya, FKPK telah memasukkan laporan pada tanggal 25 Juli 2023 melalui e-mail KPK.
Laporan bernomor 6706588 ini ditujukan kepada KPK RI terkait laporan korupsi penambangan nikel PT Wijaya Ini Nusantara (WIN) di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Laporan ini dalam email tersebut telah ditindaklanjuti oleh KPK sebagai laporan.
Adi meminta, pemanggil tersebut segera dilakukan terkait dengan dugaan penambangan nikel di kawasan hutan mangrove Desa Torobulu Kecamatan Laeya, Konsel.
Adi menyebut, dasar hukumnya adalah pasal 8 dan 9 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.
Selanjutnya, pasal 41 & 42 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah di rubah dengan Undang – Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kemudian PP No. 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam penyelenggaraan Negara, PP No. 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” jelasnya.
Adi menuturkan, berdasarkan hasil investigasi dan penelusuran LSM – FKPK Sultra tentang dugaan penambangan ilegal di kawasan hutan mangrove Desa Torobulu Kecamatan Laeya di Kabupaten Konawe Selatan
Bermula pada bulan Mei sampai Juni tahun 2023 PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) melakukan Penambangan di Kawasan Hutan Mangrove seluas 20 Ha.
“Adapun Jumlah hasil pertambangan nikel yang diolah dikawasan Hutan Mangrove sebanyak 2 dua Tongkang atau 18 ribu metrik ton dan telah dijual di Pabrik Virtue Dragon Morosi pada bulan Juni tahun 2023,” bebernya.
“Saat ini lokasi penambangan PT WIN di kawasan hutan mangrove Desa Torobulu Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan sementara proses penimbunan guna menghilangkan barang bukti eks galian tambang tersebut,” sambung Adi.
Ia melanjutkan, modus yang digunakan dalam menjual ore nikel hasil dari kawasan hutan mangrove tersebut dengan cara menggunakan RKAB PT WIN yang seolah-olah Ore Nikel dimaksud berasal dari lahan yang sah.
“Bukti yang kami lampirkan dalam laporan ini adalah bukti foto dan video yang diambil pada hari Jumat 7 Juli 2023 pukul 09.42 WITA lokasi Hutan mangrove Desa Torobulu,” kata dia.
Perusahaan PT WIN tersebut diatas diduga melanggar, undang-undang Nomor 11 tahun 2020 perubahan atas Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan Nomor 18 tahun 2013.
Kemudian, pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara.
“Dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Sehingga, mendesak Kajati Sultra / KPK RI segera melakukan pemanggilan dan Pemeriksaan terhadap Direktur PT WIN atas penambangan di kawasan Hutan Mangrove yang diduga telah merugikan negara,” kicaunya.
“Kami mendesak Kajati Sultra /KPK RI segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Kepala Tekhnik Tambang PT. WIN Sdr. Muh. Nuriman Djaelani, ST atas penambangan di wilayah hutan mangrove Desa Torobulu. Dan kami mendesak Kajati Sultra/ KPK RI segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Kepala Syahbandar Lapuko atas kelalaian dan kesengajaan dalam memberikan ijin berlabu kapal pengangkut Ore Nikel Ilegal. Dan patut diduga telah menerima gratifikasi,” katanya.
Adi bilang, laporan tersebut merupakan Bukti Permulaan sesuai amanat PP No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Laporan : Redaksi